BID’AH-BID’AH SHALAT JUM’AT


Telah popular di kalangan para sahabat, hadist Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Amma ba’du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad; seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara baru, dan setiap bid’ah adalah kesesatan”[HR. Muslim]

 

“Barangsiapa mengada-adakan hal baru di dalam perkara kami yang tidak ada dalil di dalamnya,maka tertolak”[HR. Bukhari, Muslim]

 

Dalam hadist-hadist tesebut adalah peringatan tegas dari tindakan mengadakan bid’ah, sekaligus sebagai peringatan keras bahwa bid’ah itu adalah kesesatan. Peringatan keras bagi umat akan besarnya bahaya yang ditimbulkannya.

 

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

“…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu…”[QS. Al-Maidah:3]

 

Ada beberapa perbuatan bid’ah yang begitu populer dilakukan saat ini (terutama di Indonesia), baik karena kebodohannya, atau dengan kesengajaannya yang mereka itu disebut ahlu bid’ah:

1. Beribadah dengan cara tidak bepergian pada hari Jum’at.

2. Menjadikan hari Jum’at sebagai hari libur.

3. Berhias diri dan berdandan untuk menyambut hari Jum’at, namun dengan mengerjakan sebagian bentuk maksiat, seperti memotong jenggot, mengenakan sutera dan emas(bagi kaum lelaki).

4. Kebiasaan sebagian kaum muslimin yang menyerahkan permadani ke mesjid pada hari Jum’at sebelum berangkat ke mesjid tersebut.

5. Memberi wejangan pada hari Jum’at (di tempat shalat) dengan berbagai caranya.

6. Adzan secara berjama’ah.

7. Adzan yang dilakukan beberapa muadzin bersama seorang muadzin tetap di tengah masjid.

8. Menambahkan adzan ke dua dari satu adzan yang ada, dengan memilih muadzin lain, dengan suara digetarkan seolah-olah sedang menjawab adzan pertama.

9. Naiknya muadzin pada hari Jum’at ke atas menara setelah adzan pertama untuk memanggil penduduk kampung agar hadir dan menyempurnakan jumlah hingga empat puluh.

10. Memisah-misahkan hadirin menjadi empat kelompok ketika mereka sudah berkumpul untuk shalat Jum’at. Dan ketika muadzin sudah beradzan, orang tersebut kembali menyatukan mereka semua.

11. Mengizinkan orang (yang dianggap) shaleh untuk melangkahi orang banyak di hari Jum’at, dengan klaim bahwa hal itu demi mengambil berkah darinya.

12. Sunnah Qobliyah(shalat sunnah rawatib sebelum) Jumat.

13. Memasangkan tangga mimbar pada hari Jumat.

14. Membuat bendera-bendera hitam ketika khotib.

15. Penutup mimbar.

16. Kebiasaan imam selalu memakai baju hitam di hari Jum’at.

17. Mengenakan sorban khusus di hari Jum’at atau di hari lain.

18. Mengenakan stiwel (khuff) untuk mendengarkan khotbah dan untuk shalat Jumat.

19. Tarqiyyah yakni membaca ayat:”innallaha wamalaa ikatahu yu sholluu na ‘alannabiy….”

20. Kemudian hadits, “Apabila engkau mengatakan kepada saudaramu…”, yang dikeraskan oleh muadzin ketika khotib keluar hingga sampai ke mimbar.

21. Membuat tangga mimbar lebih dari tiga.

22. Berdirinya imam di bagian mimbar paling bawah untuk berdo’a.

23. Belambat-lambat untuk menampakkan diri di mimbar.

24. Menggubah syair untuk memuji Nabi ketika khotib naik mimbar atau sebelum itu.

25. Khotib yang mengetukkan bagian bawah tongkat (pedang)nya ke lantai mimbar.

26. Para muadzin yang membaca shalawat kepada Nabi setiap kali khatib memukul tangannya ke mimbar.

27. Pemimpin para muadzin naik ke mimbar bersama imam, meski duduk lebih rendah darinya,lalu mengucapkan:”aamiinallahumma aamiin…’,”Kabulkan, ya Allah,kabulkan…”

28. Imam yang sibuk berdoa bila naik mimbar, menghadapi kiblat sebelum menghadap ke arah hadirin dan membaca salam kepada mereka.

29. Khatib tidak mengucapkan salam ketika berhadapan dengan hadirin.

30. Adzan ke dua di dalam masjid di hadapan khatib.

31. Adanya beberapa orang muadzin di hadapan khatib di sebagian masjid jami’. Salah seorang di antaranya di hadapan mimbar, yang ke dua di bagian atas mimbar. Yang pertama mendiktekan kepada yang ke dua lafadz adzan. Yang pertama menyebutkan bagian dari adzan itu secara pelan, kemudian muadzin ke dua menyuarakannya dengan keras.

32. Panggilan yang dilakukan oleh pemimpin para muadzin ketika khatib hendak menyampaikan khotbahnya dengan ucapan:”ayyuhannassu shohha ‘an rasuulillah shallallahu ‘alaihi wasallam annahu qaala:…”,”Wahai kaum muslimin sesungguhnya diriwayatkan dengan shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda…”

33. Sebagian muadzin yang mengucapkan di hadapan khatib ketika khatib duduk usai khutbah pertama,”ghafarallahu lakawali…”,”Semoga Allah mengampuni…”

34. Khatib yang bersandar pada sebilah pedang ketika sedang berkhotbah pada hari Jum’at.

35. Duduk di bawah mimbar, sementara khotib sedang berkhutbah dengan tujuan meminta syafaat.

36. Keengganan khatib untuk mengucapkan khutbatul hajah, yaitu:”innal hamda lillahi na’ maduhu…”,”Sesungguhnya segala puji bagi Allah…”. dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:”Amma ba’du;fa inna khairal kalami kalamullah…”,”Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baiknya ucapan adalah Kalamullah…”

37. Keengganan khatib untuk memberi nasihat dengan surat Qof dalam khutbah-khutbah mereka, padahal Nabi sering melakukannya.

38. Para khatib yang pada akhir khutbah di hari Jum’at, selalu mengucapkan hadits,”Attaa ibuminazzan bi…”,”Orang yang bertaubat dari satu dosa…”

39. Salam yang diucapkan sebagian khatib pada masa sekarang ini setelah usai berkhutbah pertama.

40. Membaca surat Al-Ikhlas tiga kali ketika duduk di antara dua khutbah.

41. Berdirinya sebagian hadirin pada pertengahan khutbah ke dua untuk shalat tahiyyat.

42. Do’a yang dilakukan oleh hadirin dengan mengangkat tangan ketika imam duduk di atas mimbar antara dua khutbah.

43. Turunnya khatib pada khutbah ke dua menuju anak tangga mimbar paling bawah, kemudian kembali lagi.

44. Berkhutbah terlalu cepat pada khutbah kedua.

45. Menengok ke kiri dan ke kanan ketika mengucapkan,”Saya larang kamu sekalian…”, atau ketika mengucapkan shalawat Nabi.

46. Naik satu tangga ketika mengucapkan shalawat Nabi, kemudian turun lagi setelah selesai.

47. Memaksa diri untuk mengucapkan gaya bahasa sajak, tatlits, dan takhmis dalam buku-buku dan khutbah-khutbah mereka. Padahal sajak (yang dipaksakan) telah dilarang dalam sebuah hadits shahih.

48. Kebiasaan banyak khatib untuk selalu menyebutkan hadits,”Inna lillahi ‘azzawajallafiikulla lailatin min ramadan…”,”Sesungguhnya Allah ‘azzal wajalla pada malam bulan Ramadhan…”

Demikian juga di akhir khutbah Jum’at di bulan Ramadhan atau khutbah Idul Fitri.Padahal hadits itu batil.

49. Meninggalkan shalat Tahiyyatul Masjid ketika imam sedang berkhutbah pada hari Jum’at.

50. Khatib yang memberhentikan sejenak khutbahnya untuk memerintahkan orang yang masuk masjid dan segera melakukan shalat Tahiyatul Masjid untuk tidak melakukannya!Berkebalikan dengan yang tercantum dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau justru memerintahkan untuk melakukannya.

51. Menjadikan khutbah ke dua tanpa wejangan, bimbingan dan peringatan atau anjurannya. Lalu mengkhususkannya untuk membaca shalawat Nabi dan doa.

52. Pemaksaan diri khatib dalam mengangkat suara untuk bershalawat kepada Nabi di luar kebiasaan pada sisa khutbah.

53. Berlebih-lebihan dalam mengeraskan suara ketika membaca shalawat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika Khatib membaca,”Innallaha wamalaa ikatahu…”,”Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya…”

54. Teriakan yang dilakukan sebagian mereka di tengah khutbah dengan menyebut nama Allah atau nama sebagian orang-orang shalih.

55. Mendatangkan orang kafir yang baru masuk Islam di pertengahan minggu, kepada khatib yang sedang berada di atas mimbar, hingga ia melafdzkan keislamannya di hadapan orang banyak, dengan demikian si khatib terpaksa memberhentikan terlebih dahulu khutbahnya.

56. Terus-menerus menyebutkan nama para khalifah, raja atau sultan di tengah khutbah ke dua dengan dilagukan.

57. Doa yang dilakukan khatib untuk orang-orang yang berjihad dan yang berjaga-jaga di front mujahidin.

58. Para muadzin yang mengangkat suaranya mendo’akan para penguasa dengan berlama-lama, sementara si khatib menguraikan khutbahnya.

59. Diamnya para khatib ketika berkhutbah di atas mimbar untuk memberi kesempatan kepada para hadirin untuk mengamininya.

60. Para muadzin yang turut mengamini doa khatib, ketika mereka mendoakan para sahabat agar mendapatkan keridhoan Allah dan para penguasa agar mendapatkan kemenangan.

61. Menyenandungkan khutbah.

62. Khatib mengangkat tangan ketika berdo’a(yang benar memberi tanda dengan jari telunjuk).

63. Mengangkat tangan yang dilakukan oleh sebagian mereka untuk mengamini doa sang khatib.

64. Mengharuskan khutbah untuk ditutup dengan firman Allah:”Innallahaya’ murubil ‘ad liwal ihsaan…”,atau “az kurullaha yaz kur kum”

65. Memanjangkan khutbah dan memperpendek shalat.

66. Mengusap pundak atau punggung khatib ketika turun dari mimbar.

67. Mimbar besar yang biasa mereka masukkan ke dalam rumah, usai sang khatib berkhutbah.

68. Menghitung jumlah jama’ah pada sebagian masjid untuk melihat apakah jumlahnya mencapai empat puluh.

69. Mendirikan shalat Jumat di masjid-masjid kecil.

70. Masuknya Imam untuk shalat sebelum tegaknya shaf.

71. Mencium tangan setelah shalat.

72. Ucapan mereka setelah shalat Jumat,”Semoga Allah menerima ibadah kita bersama’

73. Shalat zuhur setelah shalat Jum’at.

74. Berdirinya sebagian wanita di pintu masjid pada hari Jum’at sambil membawa bayi yang masih merangkak dan belum bisa berjalan. Terkadang ia mengikat antara dua ibu jari kaki bayi itu dengan benang. Kemudian ia meminta orang pertama kali keluar dari masjid untuk memotong benang itu. Ia berkeyakinan bahwa si bayi akan segera bisa berjalan dua minggu setelah itu!

75. Berdirinya sebagian mereka di pintu dengan membawa cangkir di tangannya, untuk diludahi oleh orang-orang yang keluar dari masjid satu persatu,demi mendapatkan berkah dan kesembuhan!

 

Disebutkan juga bahwa Adzan (untuk ssemua shalat fardhu), yang dilakukan di dalam masjid itu termasuk bid’ah, karena pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan sahabat radiallahu ‘anhu, pelaksanaan adzan dilakukan muadzin di tempat tinggi di luar masjid, sehingga bisa dilihat oleh orang banyak.

 

Rasulullah shallallah ‘alaihi wasallam telah memerintahkan kepada kita untuk ittiba’ dan melarang kita untuk melakukan bid’ah Hal ini karena sempurnanya agama Islam ini. Kita harus cukup dengan apa-apa yang telah disyari’atkan oleh Allah subhana wata’ala dan Rasulullah shallallah ‘alaihi wasallam yang diterima dengan sangat baik oleh Ahlusunnah wal Jamah, yaitu para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in (tidak perlu ditambah-tambah ataupun dikurang-kurangi).

 

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 

“Hendaknya kalian semua mengikuti sunnahku dan sunnah Khulafaur ar-Rasyidin yang berpetunjuk setelahku. Berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah ia dengan gigi geraham. Jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru, karena semua perkara baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan”[HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah]

 

 

Sumber:FIQIH SHALAT JUM’AT (SYAIKH MUHAMMAD NASIRUDDIN AL-ALBANI)

Suka

Satu tanggapan »

  1. Azis Nur berkata:

    bukankah kutbah rosululloh saw, dari waktu zuhur hingga habis waktu suhur.
    janga salahkan org lain beribadah. belum tentu ibadahmu benar

    Suka

  2. Muadz Royyan berkata:

    wah ada yang nyebarin hadis palsu nih,”Hendaknya kalian semua mengikuti sunnahku dan sunnah Khulafaur ar-Rasyidin yang berpetunjuk setelahku. Berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah ia dengan gigi geraham. Jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru, karena semua perkara baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan”[HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah],jangankan dari segi sanad dari hadisnya aja udah keliatan coba anda pikir siapa yang ngasih nama khulafaur rasyidin? dan gimana caranya khulafaur rasyidin bisa kepilih? dan sejak kapan ada khulafaur rasyidin

    Suka

  3. Muadz Royyan berkata:

    maaf saya gak nuduh hadis itu palsu tapi saya bingung bukankah khulafaur rasyidin itu belum ada?dan seinget saya,saya pernah denger kalo itu dhaif(bukan palsu soalnya saya ragu-ragu)

    Suka

Tinggalkan komentar